Kamis, 31 Januari 2008

Matahari Berganti Kulit Seperti Ular

Para astronom telah menemukan beberapa fakta penting guna memahami siklus aktivitas matahari yang berlangsung tiap 11 tahun. Disebutkan bahwa fenomena timbulnya titik-titik matahari (sunspots) dan kobaran lidah api di permukaan sang surya mengikuti siklus tersebut, namun semburan gas panas tidak.

Menurut para ilmuwan di atas, lontaran gas terjadi setelah titik-titik Matahari mencapai puncaknya. Terakhir kali, gas-gas itu muncul pada tahun 2002, dua tahun setelah hadirnya sunspot. Gas-gas tersebut membawa pergi "kulit" magnetik Matahari yang lama, dan memungkinkan "kulit" baru muncul untuk memulai siklus baru.

Rotasi dan konveksi

Siklus aktivitas matahari selama 11 tahun --yang dikenal dengan hadir dan perginya sunspot-- telah diamati sejak tahun 1843, ketika Heinrich Schwabe, seorang astronom Jerman, menemukan pola tersebut. Bertahun-tahun kemudian aktivitas tersebut dikenali sebagai peristiwa magnetis oleh George Ellery Hale, seorang astronom Amerika. Pada tahun 1908 Hale melihat bahwa sunspot sangat bersifat magnetis. Sejak saat itulah banyak teori dimunculkan, dan masing-masing berusaha menjelaskan ritme yang terjadi pada matahari. Salah satu teori yang banyak diterima adalah yang menyebutkan bahwa siklus sunspot itu terjadi sebagai akibat rotasi (perputaran) dan konveksi di dalam Matahari.

Kenyataan bahwa lapisan terluar Matahari itu bergejolak dan bahwa Matahari berputar lebih cepat di ekuator daripada di kutub-kutubnya, dan lebih cepat di bagian dalam daripada di lapisan luar, mengakibatkan terbentuknya semacam dinamo raksasa yang makin lama makin makin tegang. Dalam tahap tertentu perputaran magnetik itu --diperkirakan tiap 11 tahun-- bagian dalam dan bagian permukaan Matahari kemudian terpisah, dan kulit magnetik luarnya seakan terkelupas untuk digantikan lapisan baru.

Seperti ular

Selama delapan tahun mengalami semburan gas Matahari (atau disebut Coronal Mass Ejections --CME) satelit milik Solar Heliospheric Observatory (SOHO), memperlihatkan bahwa gas tersebut melepaskan medan magnet lama matahari sedikit demi sedikit, mulai dari kutub pertama, ke ekuator, lalu ke kutub satunya lagi.

"Perisitwa ini seperti seekor ular yang berganti kulit," ujar Nat Gopalswamy, dari Goddard Space Flight Center NASA, yang melaporkan hal ini dalam journal Astrophysical terbaru. "Dalam kasus ini, kulit yang dimaksud adalah medan magnet lama."

Proses pergantian tersebut, dikatakan Gopalswamy, memakan waktu lama dan cukup dahsyat. "Lebih dari seribu coronal mass ejections, masing-masing membawa milyaran ton gas dari bagian kutub, diperlukan untuk membersihkan medan magnet itu. Semburan-semburan itulah yang akhirnya menimbulkan badai Matahari di tata surya."

Mengenai hal itu, Joseph Gurman, seorang peneliti NASA di SOHO menyatakan bahwa hal ini merupakan langkah maju untuk mempelajari cuaca angkasa luar. "Dengan mengidentifikasi siklus peristiwa ini, kita dapat meramalkan cuaca di ruang angkasa yang mempengaruhi Bumi," ujarnya. W(sumber BBC.com)

STUDENTS DAYS

Hai sobat MaC’z…

Tanggal 04 Juni kemarin kalian study tour ‘kan? Gimana, asyik tidak? Lalu tanggal 05-nya ada Student Day. Apalagi di hari akhirnya ada pemilihan Putra-Putri Spindi. Wuih! Tiga hari penuh senang-senang tuh…! Tapi apakah kalian sadar, mengerti atau sekedar mengetahui bahwa sudah berapa sampah menumpuk berserakan disi kanan-kiri kalian? Coba tengok deh kanan-kiri atau kolong bangku kalian. Tuh, ada bungkus permen ‘kan?

Meski sebagus atau semeriah apapun sebuah event diadakan, sampah tak pernah lepas dari kita. Saat kalian meninggalkan bus usai study tour kemarin, apa kalian pernah untuk sekadar mengetahui sampah yang berserakan di dalam bus? Mulai dari pertama kali masuk bus sekitar pukul 07:30 hingga kembali ke SMPN I Candi sekitar pukul 18:45. sudah berapa sampah yang ter-koleksi?

OSIS SMPN I Candi emang nggak pernah kehabisan ide buat kalian semua. SMPN I Candi nggak hanya hebat di prestasi bidang study (kurikulum) nya saja, ekstra kurikulernya juga. Tak kalah, kretifitas OSIS dan siswanya juga patut diacungi jempol. Buktinya saja beberapa bulan lalu kita juga mengadakan Sudent Day “X-Twind Spindi” kan? Nggak hanya itu, kegiatan ini sudah menjadi agenda wajib OSIS lho. (^_^) Wah, berarti makin banyak sampah dong! (hihihi)

Untuk mensiasati agar tertanam kesadaran diri serta melatih siswa peduli lingkungan. Pada hari pertama dan hari kedua Student Day diadakan lomba kebersihan kelas. Tapi bukan berarti kita cuma bersih-bersih ketika ada lomba Kebersihan atau Hari Pembiasaan yang dilakukan tiap Jum’at yang bergantian dengan Senam dan Istighosah saja lho. Dengan adanya kegiatan Student Day seperti itu, siswa menjadi jauh lebih semangat untuk melakukan bersih-bersih. (Tergiur hadiahnya, kalee’).

Untuk Bulan ini, jadwal Study tour adalah ke Jatim Park II dan Goa Maharani. Dengan latar belakang menghadapi era globalisasi maka siswa harus digembleng agar menjadi pribadi/ SDM yang bermutu. SMPN I Candi mengadakan acara Study tour yang bertujuan untuk membekali siswa secara outdoor dan acara student day dengan bertujuan agar siswa mempunyai waktu refreshing dari kejenuhan belajar selama semester ini. Dana study tour terbilang murah yaitu sekitar 130.000 per-siswa.

Pada tanggal dan 05 dan 06 Juni dilanjutkan dengan student day. Nah, pada dua hari ini siswa berlomba-lomba menunjukkan kretifitas mereka. Wuih….? Ada banyak sampah tuh yang berserakan. Weits, tapi disini tiap kelas dituntut harus bersih selalu. Itu juga dilombakan.

Last, tanggal 06 Juni nya ada kompetisi “Pemilihan Putra-Putri Spindi” Ini dia yang paling seruuuuu!! Ada sekitar 14 pasangan Putra-Putri dengan jumlah 28 peserta yang ikut berkeompetisi. Disini nggak hanya bertaruh kemolekan wajah atau buat ajang cakep-cakepan. Smart skill tiap peserta juga diuji dan dikeompetisikan. Wuih…! Udah kayak pemilihan Guk dan Yuk dong!

Acara semacam ini terbilang baru untuk anak SMP. Biasanya acara semacam ini diadakan ketika hari Kartini atau Hari Ibu. OSIS Spindi memang kretif. Gru-gurunya juga selalu mendukung. Nggak rugi buat gabungan di SMPN I Candi.

Juri dalam penilaian “Pemilihan Putr-Putri Spindi” adalah Pak Wahyuaji, Bu Indun Saadah, Bu Tri, Pak Slamet, Kak Juli Prasetyo dan bu Titiek. Dalam pemilihan Putra-Putri Spindi ada 2 kali gelombang usai karantina. Pertama, penyisihan 7 pasangan. Kedua, pemilihan Juara I dan Runner-Up. Pada gelombang terakhir, tiap peserta ditantang untuk memperlihatkan bakat seninya masing-masing. Ada yang menyanyi, menari, berpuisi, melawak dll.

The Leader Of Spindi’s OSIS

Malam sebenarnya sudah amat larut, setengah dua malam menjelang pagi, di perempatan lampu merah Larangan. Dingin menjelang subuh itu jelas menusuk hingga ke tulang. Meski aku tidak merasakannya, karena dibatasi dinding metal bercat mewah buatan Jepang dan kaca tembus tiga puluh persen, aku sungguh bisa membayangkan dinginnya malam itu.

Namun, bocah kecil dengan baju kumuh yang menempel seadanya di tubuh ringkihnya di seberang jalan, yang tiba-tiba tergopoh-gopoh berlari ke arah mobil yang aku tumpangi, pasti merasakan benar tusukan dingin itu. Tapi ia tampak tak peduli.

Ketika kami berhenti karena lampu merah di perempatan itu menyala, gadis kecil dengan rambut tak terurus itu lekas bergerak ke arah kami. Matanya, dengan kantuk menggelayut berat di pelupuknya, tak lepas dari mobil yang aku tumpangi di urutan terdepan jalur lampu merah itu. Seberkas cahaya tampak membayang di
sana.

Ringan ia berlari ke samping sopir, temanku, yang menyetir di balik kaca gelap tiga puluh persen. Tanpa aba-aba dan basa-basi apa pun ia memulai aksinya. Tapi, sigap pula temanku mengangkat tangan, melambai ringan memberi tanda. Namun, entah kenapa, fokus mataku terus tersedot kuat ke wajah gadis kecil.

Wajah dingin dan kesal temanku makin kuat manakala gadis kecil terus memainkan kecreknya dengan lagu dangdut rupa-rupa, dengan suara lemah. Dan memang, jangankan keindahan yang terdengar, justru nada sumbang yang berkencrengan.

"Ngapaain... ada tu.. yang mengomandoi," pelan, terdengar temanku yang berwajah dingin kesal bergumam. Mendengar itu, satu sudut hatiku langsung protes. Namun, itu hanya suara salah satu sudut hatiku yang lemah. Dan sudut-sudut hatiku yang lain mendiamkan komentar temanku yang saklek, bahkan cederung menyetujuinya. "Iya... uang yang kita berikan bukan untuk dia!" Konyol, aku menyetujui temanku.

Berkali-kali temanku melambai lagi, hingga akhirnya gadis kecil berbadan ringkih yang mencoba bertahan akhirnya berbalik pelan dan pergi membawa kecewa setelah beberapa saat sempat merapatkan wajahnya ke kaca jendela sembil memagarinya dengan kedua telapak tangannya, seolah meneropong kami di dalam yang kesal, cukup lama--yang membuat temanku benar-benar kesal.

Namun, dalam kepergian itu si gadis kecil sempat menoleh (seolah) memandang kami sebentar--dan berkata entah apa--tanpa menghentikan langkahnya. Duummm! Saat itulah wajah itu, kekecewaan itu, kesedihan itu, tambak bagiku begitu memelas, dan serasa tak asing, bagai pernah kukenal.

Aneh, di wajah itu kurasakan ketakutan. Bukan kesal, bukan pula mengumpat sebagaimana sempat kukira tadi. Pelan-pelan hatiku ciut, mendingin seperti dirasuki uap es ke seluruh relungnya. Dan perasaan cemas menyergap. Jangan-jangaan....

Air bah penyesalan tiba-tiba menghantamku, atas apa yang aku tidak lakukan: sekadar melemparkan recehan yang sebenarnya tak banyak artinya bagi kami. Wajahku mengeras, mataku memejam, kelam menyergap, begitu gelap.

* * *

Ingatanku jatuh di sebuah gubuk di desa miskin nun jauh di ujung hamparan sawah Dusun Tumpak di daerah Pinggiran Kali, Jawa Timur, tempat tinggal seorang mak dengan empat anak yang masih kecil-kecil. Aku tak mengerti kenapa aku ada di sana, aku juga tak sempat bertanya untuk apa aku ada di tengah empat anak dan seorang ibu dengan wajah pucat tak berdaya itu. Yang jelas, aku benar-benar merasa sedang berada di sana, di tengah mak dan empat anak-anaknya yang masih kecil, yang saat itu mengalami derita yang mengiris-iris.

"Maaak... lapaaar...!" Tiba-tiba aku dikejutkan suara kecil lemah memelas seperti pernah kudengar, persis di belakangku, nyata sekali, di sudut gubuk itu. "Maaak...." Aku ternanar, cepat memutar badan dan menoleh ke arah suara. Wajah itu, dengan mata yang sayu seperti lampu teplok kehabisan minyak, memandang ke arahku. Aku benar-benar terpana, benar! Sorotan matanya itu! Wajahnya kemudian menunduk, pelan badannya merebah di lantai tanah gubuk apak, meringkuk, lalu kedua tangannya beringsut menarik kedua lututnya hingga mendekap. "Maaak...," suaranya memelas lalu diam.

Aku buru-buru mendekat, memegang tubuhnya, tanganku terus ke lehernya, meyakinkan diri. Aku takut sekali, sesuatu yang tak tepermanai akankah aku alami? Gadis kecil ini berpulang di hadapanku karena kelaparan. Ya Allah...

Namun, pelan mata gadis kecil itu membuka lagi, wajahnya menoleh ke arahku, menatapku lagi dengan wajah derita. Bibirnya gemetar. Oh... dia benar-benar kelaparan dan sedang berusaha menyesuaikan diri agar lapar tidak terus menggelepar di dalam dirinya yang kecil dan lembut. Aku kemudian mengangkatnya dengan kedua tanganku, mendekapnya. Malam terus mendingin. Angin kemarau malam menebar derita yang kejam.

* * *

Siang itu, di gubuk reot mak, ramai oleh suara anak-anaknya yang ceria. Di tengah riuh itu terdengar suara orang menambah lagi kue dengan bangga. Gadis kecil tampak senang, amat kontras dengan semalam. Dan di tangannya kini tergenggam sepotong donat dengan bekas gigitannya. Sekali-sekali ia memandang lagi kue yang tampak asing baginya, tapi tampak benar-benar membuatnya senang.

"Terima kasih ya Nak Prangki..." Aku mendengar suara mak di depan gubuk, di atas bale bambu. Rupanya pagi itu keluarga gadis kecil kedatangan seseorang, tamu dari kota, yang sebenarnya berasal dari desa gadis kecil.

"Oh, sama-sama, Mak... Ini tidak seberapa... ala kadarnya, dari kota..." Franky membalas Mak percaya diri serasa pamer.

"Eh ngomong-ngomong, anak Mak ada berapa...," Franky tiba-tiba bertanya yang cukup membuat mak kaget. Soalnya, ini perhatian yang amat mewah bagi mak. Mak merasa ada sesuatu yang menggeliat di dalam hatinya.

"Tuu...juh, Nak Prangki, dua putra lima putri...." Dengan menyebut jumlah anaknya mak telah memancangkan sinyal minta pertolongan.
"Kok banyak benar Mak, zaman sudah modern begini..." Enteng.

"Yaah... Tuhan ngasih terus....," kata Mak pelan, tampak malu. Tapi kemudian tak acuh, melanjutkan dengan kata-kata dibuat bijak. "Yoo... ini titipan Tuhan, yoo harus diterima saj..ja... to... Nak Prangki."

Franky hanya tersenyum, lalu mengangkat satu kakinya ke atas bale, menopangkan sikunya di situ. Matanya menatap cukup lama ke arah gadis kecil.

"Anak-anak Mak masih sekolah...." Mak kaget ditanya begitu. Dia tidak menyangka ditanya hal yang lebih baik dia lupakan mengingat kesusahan yang dia alami. Tapi, harapannya yang tadi menggeliat mendapat pupuk yang membuatnya cepat membesar.

"Tinggal si Darsih," kata Mak menyebut si gadis kecil, mencoba mengingkari pergolakan di dalam dirinya. "Tapi sudah sejak tiga bulan lalu tidak sekolah. Ia malu katanya terus ditagih bayaran oleh gurunya..."
"Ditagih opo, Mak... kan sud..."
"Sudah gratis! Gratis opo Nak Prangki..."

Tiba-tiba gadis menghambur ke arah mak. "Iya Mak, bayarlah Mak bayaran Darsih, Darsih mau sekolah...," katanya merengek. Ia tampak benar-benar berharap keinginannya sekolah dapat dikabulkan. Wajah polos dan suci gadis kecil begitu cepat melupakan deritanya semalam. Ia memang belum paham kondisi keluarganya. Maklum anak-anak.

Si mak menatap si gadis kecil dengan sedih. Matanya kemudian tampak berkaca-kaca, ia lalu tertunduk. Tiba-tiba mak mengangkat wajahnya dan memandang ke Franky sebentar, seolah ingin melihat respons atas sinyal mohon pertolongan yang sudah dilepasnya tadi.
"Oh itu gampang Mak, bera..." kata Franky cepat seperti merespons kegundahan Mak.
"Eh... ndak usah to Nak Prangki," cepat Mak menyela merasa malu--ciri orang timur.
"Oo ndak pa-pa to Mak..."

Si gadis kecil bangkit ke arah Mak dan menyender manja. Wajahnya berseri-seri. "Darsih bisa sekolah ya Mak, ya Mak...." Adik-adiknya ikut mendekat. Mereka bergelendotan di tubuh mak yang kurus.

Namun Mak diam tanpa ekspresi. Hanya kesedihan membayang di wajahnya. Ia lalu merangkul pelan anak-anaknya, memandanginya dengan kasih sayang berwarna duka.

Mak sadar sekolah penting bagi anak-anaknya, meski ia tak pernah sekolah hingga ia tak bisa membaca. Mak benar-benar telah merasakan betapa kebodohan mencengkram dirinya lantaran tak sekolah hingga tak bisa hanya sekadar menuliskan namanya sendiri. Ke mana-mana ia digandoli oleh rasa tidak bisa. Mak akhirnya tampak menerawang.

Ingatannya mengembara, lalu jatuh pada anak sulungnya, Joko Sulung, yang kini jadi buruh tani, yang untuk dirinya saja kekurangan. Lalu mak ingat anak keduanya, Teguh, tak jauh berbeda. Konon pergi ke kota dan menjadi pedagang asongan. Mak sekali-sekali memimpikan anak keduanya ini mengirimkan uang barang seratus ribu kepadanya. Dulu sekali Teguh pernah mengirim, senangnya mak tak kepalang. Itulah sebabnya Mak terus berharap, walau tak pernah lagi.

Yang ketiga tak ada kabarnya setelah minta izin ikut orang kota menjadi pembantu di Jakarta. Mak berurai air mata waktu melepas anak gadisnya yang berwajah cukup menarik ini. Begitu menariknya rupa putrinya ini, mak sampai pernah berkhayal dapat menantu orang berada di kampungnya. Namun, khayalan itu sirna bersama perginya sang gadis ke "kota penuh harapan".

Darsih dan tiga adiknya masih di gubuk di bawah lindungan mak yang sebenarnya juga perlu perlindungan si bapak yang tiba-tiba berpulang belum lama lalu. Kata dokter puskesmas, si Bapak sakit karena kurang gizi. Kata mak, sang bapak sering mengalah agar anak-anaknya bisa makan.

* * *

"Okelah Mak, kalau begitu, saya pergi dulu," si Franky tiba-tiba minta diri.

Di kampung itu Franky dikenal sebagai pemilik berbagai usaha di Suarabaya. Tapi tak ada yang tahu usaha apa yang dibosinya. Namun setiap dia pulang kampung, dia selalu membagi-bagikan uang. Dan ketika kembali ke kota, ia selalu membawa warga kampung yang katanya untuk diajak bekerja di perusahaannya.

"Eh kok buru-buru Nak Prangki," cepat Mak bangkit memburu ke arah Franky. "Ya ndak ada yang dapat Mak suguhkan ya...."
"Oo ndak usah repot-repot to Mak, biasa aj-ja...," kata Franky sambil belangkah.

Tapi Franky berbalik ketika mak memburunya. Mak juga mendekat dengan kikuk, seperti menghendaki sesuatu. Mak lalu memandang ke si gadis kecil, menoleh lagi ke Franky tanpa berkata selain kikuknya tak kepalang.

"Oh ya, Mak, ha ha ha...." Franky merogoh kantong belakangnya, menarik dompet dan membukanya. Dia lalu membalik-balik lembaran lima puluh ribuan. Mata mak terbelalak. Sudah begitu lama dia tidak melihat lembaran-lembaran sebesar itu, apalagi dimilikinya.

Mak terus memandang jari-jari Franky membolak-balik lembaran lima puluhan ribu itu. Tapi Franky tak kunjung menarik keluar barang selembar pun. Bahkan ia kembali memasukkan dompet itu ke sakunya. Franky lalu mendekat ke arah mak dan menatap mata mak dalam-dalam. Mak kebingungan dan amat kecewa.
"Mmmm eh... itu gampang Mak. Saya bisa membayar semua biaya sekolah Darsih, tapi..."

"Tapi... tapi apa to, Mas Prangki...." Mak tampak sekali tak paham dan bingung, sampai-sampai menyebut Prangki dengan Mas Prangki.

"Begini Mak, bagaimana kalau Darsih... kalaaau... saya... bawa ke Jakarta...."
"Ooo..." Mak pucat. Ia mundur, berbalik terus melangkah kuyu... lalu terduduk lemas. Tampak harapan yang tadinya tumbuh di dalam dirinya menguap tiba-tiba. Ia bahkan tampak sekali berubah kecewa dan takut, walau menutup-nutupinya--hal yang sering dialami orang kecil: harapan yang mudah tumbuh, tapi lebih sering terhempas tanpa perlu alasan.

"Begini, Mak... saya ada kerjaan anak-anak, tidak berat, ya... sambil main-mainlah, nyanyi-nyanyi, tapi dapat duit lumayan...." Mak tampak memaksakan diri untuk tertarik ucapan Franky.

"Saya rasa adik-adik Darsih bisa sekolah sementara kakaknya bekerja sambil bersenang-senang sama saya. Mak nggak usah khawatir, akan saya jaga Darsih. Sekadar Mak Tahu saja, nih, nggak ada yang berani sama saya di kota," kata Franky. "Anak Mak aman, saya jamin!"

Ia kemudian duduk di samping Mak yang terpana. "Ini bisa juga terserah Darsih, Mak. Kalau Darsih nggak betah, bisa pulang. Saya sendiri yang mengantar pulang, Mak. Kalau suka, ya bisa terus... ya kan?" Perlahan Mak tampak tertarik. Harapannya kembali terusik.

"Tapi ya... semua terserah Mak," kata Franky sambil bergerak berdiri, jual mahal, seperti sering dia lakukan. Mak memandangi gerak punggung Franky. Ada yang tumbuh di dalam diri mak lagi. Ia juga spontan hendak berdiri. Gadis kecil memandang heran di dekat tiga adiknya yang acuh asik bermain tanah.

Tapi dalam berdirinya mak hanya terpaku. Ada pergolakan hebat terjadi di dalam dirinya: antara harapan dan rasa kasihan atas anak perempuannya yang masih kecil juga membuyut. Oh, akankah dunia gadis kecil segera berganti dengan dunia kerja yang keras dan kejam tanpa ampun.

"Mak... Darsih bisa sekolah ya Mak," si gadis kecil menyela. "Di sekolah banyak teman, Mak, kami belajar, bermain tali. Darsih selalu menang lo Mak, soalnya Darsih bisa sampai saratus... Pak guru baik... kalau pe-er Darsih salah, Pak Guru nggak marah, dikasih tahu aja..."

Mak mematung. Air matanya meleleh. Aku terpana. Dan ada yang bergulir di pipiku. Deru gas mobil tiba-tiba bersahut-sahutan, mengagetkanku.

"Tu.. tu... lihat tu, Zal...." Tiba-tiba temanku berseru sambil menunjuk sekilas ke sudut warteg di seberang jalan. Aku kaget. Ternyata aku masih di mobil temanku di lampu merah Tol Timur Bekasi. Buru-buru kuseka pipiku. Untungnya saat itu malam sehingga gelap, yang membuat temanku ta tahu aku menggulirkan air mata.

Di seberang jalan, di samping warteg agak gelap, tampak membayang duduk tiga lelaki sangar. Di depannya, di atas bangku panjang reot, tampak bayangan tiga botol dan beberapa gelas berserakan. Satu-satu pengamen mendekat dan pergi dari sana. Tiba-tiba darahku tersirap, jantungku berhenti berdetak. Sekilas kulihat gadis kecil menjauh dari sana. Wajahnya, dukanya, memelasnya itu... Diakah gadis kecil Mak.Ω

GADIS LAMPU BANGJO

Malam sebenarnya sudah amat larut, setengah dua malam menjelang pagi, di perempatan lampu merah Larangan. Dingin menjelang subuh itu jelas menusuk hingga ke tulang. Meski aku tidak merasakannya, karena dibatasi dinding metal bercat mewah buatan Jepang dan kaca tembus tiga puluh persen, aku sungguh bisa membayangkan dinginnya malam itu.

Namun, bocah kecil dengan baju kumuh yang menempel seadanya di tubuh ringkihnya di seberang jalan, yang tiba-tiba tergopoh-gopoh berlari ke arah mobil yang aku tumpangi, pasti merasakan benar tusukan dingin itu. Tapi ia tampak tak peduli.

Ketika kami berhenti karena lampu merah di perempatan itu menyala, gadis kecil dengan rambut tak terurus itu lekas bergerak ke arah kami. Matanya, dengan kantuk menggelayut berat di pelupuknya, tak lepas dari mobil yang aku tumpangi di urutan terdepan jalur lampu merah itu. Seberkas cahaya tampak membayang di
sana.

Ringan ia berlari ke samping sopir, temanku, yang menyetir di balik kaca gelap tiga puluh persen. Tanpa aba-aba dan basa-basi apa pun ia memulai aksinya. Tapi, sigap pula temanku mengangkat tangan, melambai ringan memberi tanda. Namun, entah kenapa, fokus mataku terus tersedot kuat ke wajah gadis kecil.

Wajah dingin dan kesal temanku makin kuat manakala gadis kecil terus memainkan kecreknya dengan lagu dangdut rupa-rupa, dengan suara lemah. Dan memang, jangankan keindahan yang terdengar, justru nada sumbang yang berkencrengan.

"Ngapaain... ada tu.. yang mengomandoi," pelan, terdengar temanku yang berwajah dingin kesal bergumam. Mendengar itu, satu sudut hatiku langsung protes. Namun, itu hanya suara salah satu sudut hatiku yang lemah. Dan sudut-sudut hatiku yang lain mendiamkan komentar temanku yang saklek, bahkan cederung menyetujuinya. "Iya... uang yang kita berikan bukan untuk dia!" Konyol, aku menyetujui temanku.

Berkali-kali temanku melambai lagi, hingga akhirnya gadis kecil berbadan ringkih yang mencoba bertahan akhirnya berbalik pelan dan pergi membawa kecewa setelah beberapa saat sempat merapatkan wajahnya ke kaca jendela sembil memagarinya dengan kedua telapak tangannya, seolah meneropong kami di dalam yang kesal, cukup lama--yang membuat temanku benar-benar kesal.

Namun, dalam kepergian itu si gadis kecil sempat menoleh (seolah) memandang kami sebentar--dan berkata entah apa--tanpa menghentikan langkahnya. Duummm! Saat itulah wajah itu, kekecewaan itu, kesedihan itu, tambak bagiku begitu memelas, dan serasa tak asing, bagai pernah kukenal.

Aneh, di wajah itu kurasakan ketakutan. Bukan kesal, bukan pula mengumpat sebagaimana sempat kukira tadi. Pelan-pelan hatiku ciut, mendingin seperti dirasuki uap es ke seluruh relungnya. Dan perasaan cemas menyergap. Jangan-jangaan....

Air bah penyesalan tiba-tiba menghantamku, atas apa yang aku tidak lakukan: sekadar melemparkan recehan yang sebenarnya tak banyak artinya bagi kami. Wajahku mengeras, mataku memejam, kelam menyergap, begitu gelap.

* * *

Ingatanku jatuh di sebuah gubuk di desa miskin nun jauh di ujung hamparan sawah Dusun Tumpak di daerah Pinggiran Kali, Jawa Timur, tempat tinggal seorang mak dengan empat anak yang masih kecil-kecil. Aku tak mengerti kenapa aku ada di sana, aku juga tak sempat bertanya untuk apa aku ada di tengah empat anak dan seorang ibu dengan wajah pucat tak berdaya itu. Yang jelas, aku benar-benar merasa sedang berada di sana, di tengah mak dan empat anak-anaknya yang masih kecil, yang saat itu mengalami derita yang mengiris-iris.

"Maaak... lapaaar...!" Tiba-tiba aku dikejutkan suara kecil lemah memelas seperti pernah kudengar, persis di belakangku, nyata sekali, di sudut gubuk itu. "Maaak...." Aku ternanar, cepat memutar badan dan menoleh ke arah suara. Wajah itu, dengan mata yang sayu seperti lampu teplok kehabisan minyak, memandang ke arahku. Aku benar-benar terpana, benar! Sorotan matanya itu! Wajahnya kemudian menunduk, pelan badannya merebah di lantai tanah gubuk apak, meringkuk, lalu kedua tangannya beringsut menarik kedua lututnya hingga mendekap. "Maaak...," suaranya memelas lalu diam.

Aku buru-buru mendekat, memegang tubuhnya, tanganku terus ke lehernya, meyakinkan diri. Aku takut sekali, sesuatu yang tak tepermanai akankah aku alami? Gadis kecil ini berpulang di hadapanku karena kelaparan. Ya Allah...

Namun, pelan mata gadis kecil itu membuka lagi, wajahnya menoleh ke arahku, menatapku lagi dengan wajah derita. Bibirnya gemetar. Oh... dia benar-benar kelaparan dan sedang berusaha menyesuaikan diri agar lapar tidak terus menggelepar di dalam dirinya yang kecil dan lembut. Aku kemudian mengangkatnya dengan kedua tanganku, mendekapnya. Malam terus mendingin. Angin kemarau malam menebar derita yang kejam.

* * *

Siang itu, di gubuk reot mak, ramai oleh suara anak-anaknya yang ceria. Di tengah riuh itu terdengar suara orang menambah lagi kue dengan bangga. Gadis kecil tampak senang, amat kontras dengan semalam. Dan di tangannya kini tergenggam sepotong donat dengan bekas gigitannya. Sekali-sekali ia memandang lagi kue yang tampak asing baginya, tapi tampak benar-benar membuatnya senang.

"Terima kasih ya Nak Prangki..." Aku mendengar suara mak di depan gubuk, di atas bale bambu. Rupanya pagi itu keluarga gadis kecil kedatangan seseorang, tamu dari kota, yang sebenarnya berasal dari desa gadis kecil.

"Oh, sama-sama, Mak... Ini tidak seberapa... ala kadarnya, dari kota..." Franky membalas Mak percaya diri serasa pamer.

"Eh ngomong-ngomong, anak Mak ada berapa...," Franky tiba-tiba bertanya yang cukup membuat mak kaget. Soalnya, ini perhatian yang amat mewah bagi mak. Mak merasa ada sesuatu yang menggeliat di dalam hatinya.

"Tuu...juh, Nak Prangki, dua putra lima putri...." Dengan menyebut jumlah anaknya mak telah memancangkan sinyal minta pertolongan.
"Kok banyak benar Mak, zaman sudah modern begini..." Enteng.

"Yaah... Tuhan ngasih terus....," kata Mak pelan, tampak malu. Tapi kemudian tak acuh, melanjutkan dengan kata-kata dibuat bijak. "Yoo... ini titipan Tuhan, yoo harus diterima saj..ja... to... Nak Prangki."

Franky hanya tersenyum, lalu mengangkat satu kakinya ke atas bale, menopangkan sikunya di situ. Matanya menatap cukup lama ke arah gadis kecil.

"Anak-anak Mak masih sekolah...." Mak kaget ditanya begitu. Dia tidak menyangka ditanya hal yang lebih baik dia lupakan mengingat kesusahan yang dia alami. Tapi, harapannya yang tadi menggeliat mendapat pupuk yang membuatnya cepat membesar.

"Tinggal si Darsih," kata Mak menyebut si gadis kecil, mencoba mengingkari pergolakan di dalam dirinya. "Tapi sudah sejak tiga bulan lalu tidak sekolah. Ia malu katanya terus ditagih bayaran oleh gurunya..."
"Ditagih opo, Mak... kan sud..."
"Sudah gratis! Gratis opo Nak Prangki..."

Tiba-tiba gadis menghambur ke arah mak. "Iya Mak, bayarlah Mak bayaran Darsih, Darsih mau sekolah...," katanya merengek. Ia tampak benar-benar berharap keinginannya sekolah dapat dikabulkan. Wajah polos dan suci gadis kecil begitu cepat melupakan deritanya semalam. Ia memang belum paham kondisi keluarganya. Maklum anak-anak.

Si mak menatap si gadis kecil dengan sedih. Matanya kemudian tampak berkaca-kaca, ia lalu tertunduk. Tiba-tiba mak mengangkat wajahnya dan memandang ke Franky sebentar, seolah ingin melihat respons atas sinyal mohon pertolongan yang sudah dilepasnya tadi.
"Oh itu gampang Mak, bera..." kata Franky cepat seperti merespons kegundahan Mak.
"Eh... ndak usah to Nak Prangki," cepat Mak menyela merasa malu--ciri orang timur.
"Oo ndak pa-pa to Mak..."

Si gadis kecil bangkit ke arah Mak dan menyender manja. Wajahnya berseri-seri. "Darsih bisa sekolah ya Mak, ya Mak...." Adik-adiknya ikut mendekat. Mereka bergelendotan di tubuh mak yang kurus.

Namun Mak diam tanpa ekspresi. Hanya kesedihan membayang di wajahnya. Ia lalu merangkul pelan anak-anaknya, memandanginya dengan kasih sayang berwarna duka.

Mak sadar sekolah penting bagi anak-anaknya, meski ia tak pernah sekolah hingga ia tak bisa membaca. Mak benar-benar telah merasakan betapa kebodohan mencengkram dirinya lantaran tak sekolah hingga tak bisa hanya sekadar menuliskan namanya sendiri. Ke mana-mana ia digandoli oleh rasa tidak bisa. Mak akhirnya tampak menerawang.

Ingatannya mengembara, lalu jatuh pada anak sulungnya, Joko Sulung, yang kini jadi buruh tani, yang untuk dirinya saja kekurangan. Lalu mak ingat anak keduanya, Teguh, tak jauh berbeda. Konon pergi ke kota dan menjadi pedagang asongan. Mak sekali-sekali memimpikan anak keduanya ini mengirimkan uang barang seratus ribu kepadanya. Dulu sekali Teguh pernah mengirim, senangnya mak tak kepalang. Itulah sebabnya Mak terus berharap, walau tak pernah lagi.

Yang ketiga tak ada kabarnya setelah minta izin ikut orang kota menjadi pembantu di Jakarta. Mak berurai air mata waktu melepas anak gadisnya yang berwajah cukup menarik ini. Begitu menariknya rupa putrinya ini, mak sampai pernah berkhayal dapat menantu orang berada di kampungnya. Namun, khayalan itu sirna bersama perginya sang gadis ke "kota penuh harapan".

Darsih dan tiga adiknya masih di gubuk di bawah lindungan mak yang sebenarnya juga perlu perlindungan si bapak yang tiba-tiba berpulang belum lama lalu. Kata dokter puskesmas, si Bapak sakit karena kurang gizi. Kata mak, sang bapak sering mengalah agar anak-anaknya bisa makan.

* * *

"Okelah Mak, kalau begitu, saya pergi dulu," si Franky tiba-tiba minta diri.

Di kampung itu Franky dikenal sebagai pemilik berbagai usaha di Suarabaya. Tapi tak ada yang tahu usaha apa yang dibosinya. Namun setiap dia pulang kampung, dia selalu membagi-bagikan uang. Dan ketika kembali ke kota, ia selalu membawa warga kampung yang katanya untuk diajak bekerja di perusahaannya.

"Eh kok buru-buru Nak Prangki," cepat Mak bangkit memburu ke arah Franky. "Ya ndak ada yang dapat Mak suguhkan ya...."
"Oo ndak usah repot-repot to Mak, biasa aj-ja...," kata Franky sambil belangkah.

Tapi Franky berbalik ketika mak memburunya. Mak juga mendekat dengan kikuk, seperti menghendaki sesuatu. Mak lalu memandang ke si gadis kecil, menoleh lagi ke Franky tanpa berkata selain kikuknya tak kepalang.

"Oh ya, Mak, ha ha ha...." Franky merogoh kantong belakangnya, menarik dompet dan membukanya. Dia lalu membalik-balik lembaran lima puluh ribuan. Mata mak terbelalak. Sudah begitu lama dia tidak melihat lembaran-lembaran sebesar itu, apalagi dimilikinya.

Mak terus memandang jari-jari Franky membolak-balik lembaran lima puluhan ribu itu. Tapi Franky tak kunjung menarik keluar barang selembar pun. Bahkan ia kembali memasukkan dompet itu ke sakunya. Franky lalu mendekat ke arah mak dan menatap mata mak dalam-dalam. Mak kebingungan dan amat kecewa.
"Mmmm eh... itu gampang Mak. Saya bisa membayar semua biaya sekolah Darsih, tapi..."

"Tapi... tapi apa to, Mas Prangki...." Mak tampak sekali tak paham dan bingung, sampai-sampai menyebut Prangki dengan Mas Prangki.

"Begini Mak, bagaimana kalau Darsih... kalaaau... saya... bawa ke Jakarta...."
"Ooo..." Mak pucat. Ia mundur, berbalik terus melangkah kuyu... lalu terduduk lemas. Tampak harapan yang tadinya tumbuh di dalam dirinya menguap tiba-tiba. Ia bahkan tampak sekali berubah kecewa dan takut, walau menutup-nutupinya--hal yang sering dialami orang kecil: harapan yang mudah tumbuh, tapi lebih sering terhempas tanpa perlu alasan.

"Begini, Mak... saya ada kerjaan anak-anak, tidak berat, ya... sambil main-mainlah, nyanyi-nyanyi, tapi dapat duit lumayan...." Mak tampak memaksakan diri untuk tertarik ucapan Franky.

"Saya rasa adik-adik Darsih bisa sekolah sementara kakaknya bekerja sambil bersenang-senang sama saya. Mak nggak usah khawatir, akan saya jaga Darsih. Sekadar Mak Tahu saja, nih, nggak ada yang berani sama saya di kota," kata Franky. "Anak Mak aman, saya jamin!"

Ia kemudian duduk di samping Mak yang terpana. "Ini bisa juga terserah Darsih, Mak. Kalau Darsih nggak betah, bisa pulang. Saya sendiri yang mengantar pulang, Mak. Kalau suka, ya bisa terus... ya kan?" Perlahan Mak tampak tertarik. Harapannya kembali terusik.

"Tapi ya... semua terserah Mak," kata Franky sambil bergerak berdiri, jual mahal, seperti sering dia lakukan. Mak memandangi gerak punggung Franky. Ada yang tumbuh di dalam diri mak lagi. Ia juga spontan hendak berdiri. Gadis kecil memandang heran di dekat tiga adiknya yang acuh asik bermain tanah.

Tapi dalam berdirinya mak hanya terpaku. Ada pergolakan hebat terjadi di dalam dirinya: antara harapan dan rasa kasihan atas anak perempuannya yang masih kecil juga membuyut. Oh, akankah dunia gadis kecil segera berganti dengan dunia kerja yang keras dan kejam tanpa ampun.

"Mak... Darsih bisa sekolah ya Mak," si gadis kecil menyela. "Di sekolah banyak teman, Mak, kami belajar, bermain tali. Darsih selalu menang lo Mak, soalnya Darsih bisa sampai saratus... Pak guru baik... kalau pe-er Darsih salah, Pak Guru nggak marah, dikasih tahu aja..."

Mak mematung. Air matanya meleleh. Aku terpana. Dan ada yang bergulir di pipiku. Deru gas mobil tiba-tiba bersahut-sahutan, mengagetkanku.

"Tu.. tu... lihat tu, Zal...." Tiba-tiba temanku berseru sambil menunjuk sekilas ke sudut warteg di seberang jalan. Aku kaget. Ternyata aku masih di mobil temanku di lampu merah Tol Timur Bekasi. Buru-buru kuseka pipiku. Untungnya saat itu malam sehingga gelap, yang membuat temanku ta tahu aku menggulirkan air mata.

Di seberang jalan, di samping warteg agak gelap, tampak membayang duduk tiga lelaki sangar. Di depannya, di atas bangku panjang reot, tampak bayangan tiga botol dan beberapa gelas berserakan. Satu-satu pengamen mendekat dan pergi dari sana. Tiba-tiba darahku tersirap, jantungku berhenti berdetak. Sekilas kulihat gadis kecil menjauh dari sana. Wajahnya, dukanya, memelasnya itu... Diakah gadis kecil Mak.Ω

PAK SODIQ


Teman-teman, kalian pasti tidak asing jika kalian mendengar nama Pak Sodiq. Ya Pak Shodiq, seluruh siswa maupun guru-guru SMPN 1 Candi pasti sudah mengenal Pak Shodiq. Beliau bekerja di sekolah kita SMPN 1 Candi ini sebagai seorang guru. Kalian nggak perlu takut kok dengan Pak Shodiq karena meskipun sudah kelihatan tua, beliau adalah seorang guru yang baik dan humoris loh.

Pak Shodiq mempunyai kegemaran atau yang biasa kita sebut hobi yang tidak kita sangka loh Beliau suka sekali membaca buku, nonton bola dan bermain tenis meja. Beliau juga mempunyai makanan favorit yaitu nasi pecel. Mau tau lebih lanjut tentang pak Shodiq? Mari kita simak lebih lanjut tentang riwayat hidup beliau!

A. Riwayat Keluarga

Tokoh yang dilahirkan di kota Sidoarjo tepatnya pada tanggal 11 April 1954 ini mempunyai nama lengkap Muhammad Shodiq. Beliau biasa dipanggil “ Pak Shodiq”. Alamat rumah belaiau di Lemah Putro II Jln. Diponegaoro 52. Sidoarjo. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Wida Budiati dan telah dikarunia empat orang anak diantaranya Farah Mustikasari yang duduk dibangku kuliah Semester dua Jurusan Bahasa Ingrris UNESA, Arifudin Sani putra yang duduk dibangku SMA tepat SMA 3 Sidoarjo, Burhan R.A bersekolah di SMPN 1 Candi dan M. Iqbal Maulana yang masih kelas dua SD Muhamadiyah 2 Sidoarjo.

B. Riwayat Pendidikan

1. SDN Sidokimpul II

2. PGAN 4 tahun

3. PGAN 2 tahun

4. Sarmud UMS (PMP & KN)

5. SI Sarjana Jurusan Bahasa Indonesia

C. Prestasi

Pak Shodiq juga memiliki beberpa prestasi dalam organisasi kepemudaan dan Pendidikan antara lain:

1. Ketua Pemuda tahun 1985

2. Instruktur PKN Jawa Timur 1997

3. Ketua MGMPKN Kabupaten Sidoarjo periode 2004-2007

4. Distrik Trainer (USAID) dan Distrik Fasilitataor (DBES)

Pak Shodiq juga berpesan pada semua siswa SMPN 1 Candi agar jangan cepat menyerah dalam mengatasi berbagi kesulitan. by Nisa

BUMI SEMAKIN TUA

Unsur kimia apa saja yang terdapat di planet Mars? Dengan menggunakan instrument kimia yang disebut Spectrometer Neutron, para peneliti ‘Wahana Antariksa Odysey’ memperkirakan adanya unsure hydrogen di planet mars. Para peneliti yakin bahwa planet mars ini menyimpan cadangan air dalam jumlah cukup besar. Para ahli geologi museum Smithsonian Nasional Air and Space yang ikut meneliti penemuan ini memperkirakan, unsure hydrogen ini terdapat di sebuah bekas danau di dataran tinggi dan disepanjang Ma’adim Vallis, lembah terbesar di planet itu. Para ahli memeperkirakan luas danau itu hampir seluas wilayah gabungan antara Negara bagian Texas dan New York atau hamper ½ luas Indonesia.

Mars sekarang ini merupakan planet yang terselimuti pasir dan bebatuan, serta bersuhu sangat tinggi. Berdasarkan lembah-lembah yang kering, para ahli memperkirakan air pernah mengalir diatas permukaan planet. Hasil pemantauan Odysey mengungkap bukti-bukti adanya unsure air yang terjebak dipermukaan planet di sekitar kutub.

Mengomentari permukaan ini, asisten peneliti di observatorium Bassca di lembang, Hendra Setyanto, mengemukakan bahwa penemuan air di planet mars merupakan penemuan terbesar karena dapat membuka peluang eksploitasi tata surya kedepannya, serta peluang besar terbuka bagi impian manusia untuk membuat koloni diluar bumi. Menurut kepala Odysey, Bill Feldman, “Permukaan tanah Mars banyak mengandung hydrogen.” Feldman mengklaim, walaupun para ilmuwan tau bahwa batu es terdapat di bawah permukaan itu, penemuan tersebut merupakan yang pertama menentukan jumlah kandungan air Di Mars. Jumlahnya cukup untuk menunjang hidup manusia saat melakukan kegiatan eksploitasi itu.

Peta dari Spectrometer Neutron mengatakan bahwa wilayah luas yang terbentang dari kutub hingga sekitar 50` dari khatulistiwa menyimpan cadangan hydrogen atau es batu di permukaan expansinya yang berada di garis lintang bawah hingga tengah Mars juga menampakkan hal serupa. Keberadaan air atau unsure pembentukan yakni oksigen dan hydrogen. Data pengamatan menggunakan Spectrometer Neutron Odysey memeperkirakan adanya lapisan tipis karbondioksida ( lapisan es kering ) di sepanjang kutub utara dan selatan. Selama musim angin, karbondioksida menyelimuti wilayah dari kutub. Sementara itu, selama musim panas lapisan karbondioksida dikutub utara menguap seluruhnya meninggalkan lapisan tipis di kutub selatan.

Robot penjelajah NASA yang menjelajahi Mars; Spirit and Opportunity rupanya mampu bertahan selama satu tahun perhitungan Mars (678 hari) di atas planet merah tersebut. Padahal waktu mendarat tanggal 3 Januari lalu, para ilmuan hanya berharap robot itu mampu bertahan hingga 90 sols, satuan hari Mars yang beda beberapa menit dengan satuan hari di bumi.

Menurut para peneliti dan manusia berencana 2025 mendatang, planet Mars ini akan mampu dihuni oleh manusia, karena terbukti terdapat unsure air, NASA telah merencakan hal tersebut. Kemungkinan setelah dibangunnya bangunan-bangunan di Mars akan di uji coba oleh orang-orang Amerika.

Jadi, Bumi tak akan sempit lagi akan manusia, sebab Mars siap menampung koloni manusia baru…. ( ☼ )

( Silvy / 8 a )

BINTANGKU BINTANGMU


Aries

21 Mar - 19 Apr

Perlu memperhatikan diri kamu, jangan asal makan yang enak-enak, lebih baik istirahat yang cukup hingga pikiran kamu kembali normal.

Pelajaran: Ujian depan mata belajar lagi, jangan SMSan terus

Keuangan: Sama saja kayak kemarin, maklum belum bisa kerja sendiri

Asmara : Coba rasakan bakso Pak Saidu bersama si dia pasti enak.


Taurus

20 Apr - 20 Mei

Hidup adalah pilihan lebih baik kamu memilih yang terbaik buat masa depanmu. Kemabali ke Laptop kata Tukul, eh salah Kembali ke hati kecilmu. Jangan engkau terlena akan kenikmatan masakan di luar, lebih baik makan di rumah lebih enak dan nikmat

Pelajaran: Kerjalan PR Matematika kamu itu lebih baik daripada keluyuran.

Keungan: Kalau pingin dapat uang banyak usaha donk

Asmara : Jangan sembunyikan perasaanmu, kalau berani ungkapkan walau dengan SMS.


Gemini

21 Mei - 20 Jun

Hati sesorang bisa dilihat dari matanya, makanya jangan bohongi diri sendiri. Belajarlah dari pengalaman sebelumnya. Inti persoalan adalah bagaimana kita bisa memecahkan masalah itu sendiri.

Pelajaran : Kacau nilai banyak yang jeblok, makanya belajar lebih giat lagi.

Keuangan: Neraktir boleh, tapi jangan lupa atur keuangan. Ok

Asmara : Makin lama ia makin menjauh, ada apa sih? Kamu kurang perhatian


Cancer

21 Jun - 23 Jul

Perjalan hidup memang panjang, usaha adalah harapan utama. Kerja keras akan menuai hasil yang maksimal.

Pelajaran : Hadapi semua dengan tenang, belajar Ilmu Pengetahuan sosial perlu juga lho!

Keuangan : tidak ada masalah tetap kayak kemarin, ups tunggu dulu ada rejeki tiba-tiba Alhamdulillah

Asmara : lagi kangen nih ama sih dia, ajak jalan-jalan ke kantin belakang aja!


Leo

23 Jul - 22 Agt

Dambaan setipa manusia adalah berhasil dengan sukses dimana saja, untuk itu perlu ada pengorbanan yang maksimal. Jangan lupa doa orang tua itu penting

Pelajaran : Baca berita donk, syukur-syukur bisa dikliping baguskan untuk tugas Bahasa Indonesia.

Keungan : Makin lama duit tabungan akan habis jika tidak kamu kendalikan jajanmu!

Asmara : Siapa tuh yang ada di balik pintu? lihat aja !


Virgo

23 Agt - 22 Sep

Kapan lagi unjuk gigi, saatnya kamu buktikan kalau kamu tidak hanya prestasi di dalam kelas aja. Sekarang waktunya prestasi dibidang lainnya.

Pelajaran : Wah lagi giat belajar agama tuh sama pak Mansyur, itu lebih baik daripada kamu cangkrukan

Keuangan : Untuk apa kamu minta ortu, kamukan bisa usaha sendiri, nabung kalau perlu!

Asmara : Sahabat lebih baik daripada nanti malah tidak harmonis


Libra

23 Sep - 22 Okt

Jadi lawan tanding boleh asal jangan berkelahi beneran, jangan lupakan sahabat lama jika da yang baru. Makanya usaha dalah bagian dari kehidupan manusia, berjuanglah

Pelajaran : Belajar bahasa Inggris donk biar bisa keluar negeri!

Keuangan: Jika ingin kaya ya kerja, jika ingin pandai yang belajar!

Asmara : Jalani saja semua, toh itu akan lebih baik


Scorpio

23 Okt - 21 Nov

Bangun pagi tuh penting jika kamu ingin sukses,. Jangan kalah dengan ayam yang bisa bangun pagi. Ayo bangun langsung mandi biar nggak bau! Sana mandi!

Pelajaran : Kalau pingin jadi desainer ya belajar menggambar mulai dari sekarang!

Keuangan : Semakin jauh mat memandang jangan lupa lihat kondisi keuangan

Asmara : Baik sekali untuk nyatakan cinta kamu, itupun kalau di mau.


Sagitarius

22 Nov - 21 Des

Menunda pekerjaan malah jadi memperparah jadawal yang telah disusun. Jangan buang kesempatan yang ada teruskan usahamu menggapai cita-cita!

Pelajaran : Bahasa Jawa tuh penting! Belajar sana sama bu Pur

Keuangan : Kiriman dari ortu datang, wah banyak duit nich, traktir donk!

Asmara : Jangan jual mahal gitu, kasihan dia yang menunggu jawaban


Capricorn

22 Des - 19 Jan

Jangan-jangan kamu lagi kurang enak badan nich, wah perlu istirahat yang cukup, kalau parah yang kedokter, jangan ke Dukun malah tidak sembuh.

Pelajaran : Keuntungan orang belajar ekonomi adalah… Tanya sama bu Umi

Keuangan : Jangan-jangan kamu lagi kehabisan uang. ya PESTONG alias kempes kantong

Asmara : Sebel dech kamu!


Aquarius

20 Jan - 18 Feb

Jadilah anak yang berbakti sama orang tua, jangan jadi anak durhaka bisa-bisa ada Malin Kundang baru. Wah celaka tuh.

Pelajaran : Belajar Biologi akan membantu jalan kamu!

Keuangan : Belanja yang perlu-perlu aja!

Asmara : Emang gue pikirin, apa nggak ada yang lain, dunia tidak selebar daun kelor



Pisces

19 Feb - 20 Mar

Kalau pingin makan ya makan aja, kalau pingin tidur yang tidur aja, kalau pingin ke Mall yang ke sana aja. tahu waktu, tahu diri dan tahu malu kinci sukses kamu.

Pelajaran : Belajar sejarah itu banyak membaca. Ingat pesan Bu Darwati

Keungan : Kok ndak SMS lagi miskin pulsa ya?

Asmara : Kalo kangen SMS aja, kalau nggak punya pulsa beli sana!